Piring Kosong Siti
avatar

admin

11 Nov 2024

Piring Kosong Siti

Table of Content

Di sebuah desa kecil, hidup seorang anak yatim piatu bernama Siti Nurhasanah yang akrab dipanggil Siti. Usianya baru 10 tahun, namun Siti sudah memikul beban yang begitu berat. Sejak kepergian kedua orang tuanya, ia menjadi tulang punggung bagi dua adik kecilnya. Setiap hari, Siti berjuang mencari nafkah dengan cara yang tak biasa untuk anak seusianya.


Pagi hari, setelah menitipkan adik-adiknya kepada tetangga, Siti berjalan kaki sejauh lima kilometer untuk mencari asam Jawa dari pohon milik orang lain. Dari jam 9 pagi hingga sore, ia mengumpulkan asam satu per satu, lalu membawanya pulang. Setelah terkumpul cukup banyak, ia menjual asam tersebut kepada orang-orang yang memesan. Setiap kilogramnya dihargai empat ribu rupiah, dan dalam sehari, Siti biasanya bisa menjual 1-3 kilogram. Penghasilannya dari pemilik pohon asam pun hanya enam ribu rupiah per hari. Meski sedikit, uang itu sangat berarti bagi kelangsungan hidup mereka.


Siti sempat mendapat tawaran dari tetangga untuk tinggal bersama, tapi ia menolak. Baginya, rumah peninggalan orang tuanya adalah warisan terakhir yang ia miliki, dan ia tidak ingin meninggalkannya.


Suatu malam, setelah menghidangkan sedikit nasi dan lauk sisa kepada adik-adiknya, Siti duduk diam di samping mereka. 


“Kak, kok nggak makan?” tanya adiknya yang pertama dengan suara kecil. 


Siti tersenyum dan mengusap kepala itu. “Kakak nggak lapar, kok. Kakak senang lihat kalian makan,” katanya dengan suara lembut, meski perutnya kosong dan mulai terasa perih.


“Tapi Kakak pasti lapar, sama kayak aku kalo nggak ada makanan,” bisiknya dengan mata mulai berkaca-kaca.


Siti menahan tangisnya, mencoba terlihat kuat. “Dek, kamu jangan sedih, ya. Besok Kakak kerja lagi, kita bisa beli makanan lebih banyak.”


Adiknya bicara lagi, “Kak, kalau Mama dan Papa ada, pasti kita nggak begini, ya?” Siti tercekat, dadanya terasa sesak, tapi ia mencoba tetap tersenyum.


“Iya, Dek,” bisik Siti dengan suara bergetar. “Tapi sekarang kan ada Kakak yang jaga kalian. Kakak janji, kita akan baik-baik aja.”


Malam itu, Siti duduk bersama adik-adiknya di meja kecil mereka. Piringnya kosong, tapi hatinya penuh dengan tekad. Dalam kesederhanaan dan kesulitan hidupnya, Siti terus berjuang, tak pernah menyerah untuk memastikan adik-adiknya tetap tersenyum.

Kisah kesulitan Siti tentu harus berhenti secepatnya, dengan bantuan kalian mungkin Siti akan lebih cepat menemukan lembaran hidup baru yang bahagia bersama adik-adiknya. 


Yuk bantu Siti sekarang juga, jangan menunda ketika akan melakukan kebaikan. 


ads
Bantu Siti
Sedekah Sekarang
Program Rumah Yatim