DONASIONLINE.ID - Apakah berpikir positif itu selalu bisa dianggap baik? Dalam beberapa kasus bersikap demikian justru berujung tidak baik atau disebut juga sebagai toxic positivity. Artikel ini akan membahas dampak negatif dari sikap selalu positif dalam hidup. Simak pembahasannya.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sikap di mana seseorang secara berlebihan menekankan pentingnya berpikir positif, bahkan ketika situasi sedang tidak baik. Sikap ini mendorong individu untuk menekan atau mengabaikan emosi negatif seperti kesedihan, kekecewaan, atau kemarahan. Alih-alih menghadapi realitas yang ada, mereka hanya berfokus pada hal-hal positif, seolah-olah emosi negatif tidak boleh dirasakan. Orang yang selalu berusaha untuk berpikir positif dan menekan perasaan negatif berisiko mengalami stres dan kelelahan mental .
Dampak Negatif dari Toxic Positivity
Mengabaikan Emosi yang Sehat
Toxic positivity membuat kita merasa bersalah karena merasakan emosi negatif. Padahal, perasaan seperti marah, sedih, atau kecewa adalah respons alami terhadap berbagai situasi yang kita hadapi. Mengabaikan perasaan ini bisa memperparah keadaan mental seseorang. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu kecemasan atau depresi.
Menghambat Pertumbuhan Pribadi
Setiap emosi yang kita rasakan adalah bagian dari pembelajaran. Ketika kita mengabaikan rasa sakit atau kekecewaan, kita juga melewatkan peluang untuk tumbuh dan belajar dari pengalaman tersebut. Sikap toxic positivity menghalangi proses refleksi diri yang penting untuk perkembangan pribadi.
Menurunkan Kualitas Hubungan Sosial
Sikap toxic positivity tidak hanya mempengaruhi diri sendiri, tapi juga orang lain. Saat kita terus-menerus memaksakan positivitas pada orang lain, kita bisa membuat mereka merasa tidak didengarkan atau dihargai. Sebagai contoh, ketika seseorang berbagi masalah, respons seperti “Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja” mungkin terdengar baik, namun ini justru bisa membuat orang tersebut merasa perasaannya tidak valid.
Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?
Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Namun, bersyukur bukan berarti kita harus menampik kenyataan bahwa hidup ini penuh dengan pasang surut. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 155 yang berbunyi:
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ ١٥٥
Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,”
Ayat tersebut mengajarkan bahwa ujian dan cobaan merupakan bagian dari kehidupan yang tidak terhindarkan. Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa bersalah atau malu ketika menghadapi perasaan negatif.
BACA JUGA: Slow Living Dengan Cara Menerapkan Rasa Syukur
Cara Menghindari Toxic Positivity
Untuk menghindari terjebak dalam toxic positivity, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan:
Validasi Emosi
Daripada menekan emosi negatif, cobalah untuk menerima dan memahaminya. Mengakui bahwa perasaan seperti sedih, marah, atau kecewa adalah reaksi alami dalam situasi tertentu hingga dapat membantu kita menghadapinya dengan cara yang lebih sehat.
Berempati Pada Orang Lain
Jika ada teman atau kerabat yang sedang mengalami masalah, dengarkan mereka tanpa buru-buru menawarkan solusi atau mengajak mereka berpikir positif. Kadang, yang mereka butuhkan hanyalah didengar dan dipahami.
Praktikkan Mindfulness
Mindfulness adalah cara untuk tetap sadar dan menerima emosi yang muncul tanpa menghakimi. Dengan berlatih mindfulness, kita dapat belajar untuk menghadapi emosi negatif dengan cara yang lebih sehat, tanpa harus menekan atau mengabaikannya.
Toxic positivity dapat merugikan kesehatan mental. Mengakui dan menerima emosi negatif adalah bagian penting dari kehidupan. Dengan memahami hal ini, kita dapat tumbuh lebih bijak, menghadapi cobaan dengan sabar, dan membangun hubungan yang lebih sehat.
Wallahu A’lam. Semoga artikel ini bisa membantu kamu untuk mulai memvalidasi emosi yang kamu rasakan.
Penulis: Putri Nabilla Ruhby
Editor: Salma Andini