Aset digital seperti cryptocurrency atau NFT semakin populer di era modern ini. Namun, bagaimana hukumnya dalam Islam? Apakah aset digital wajib dizakati? Mari kita bahas tuntas!
Apa Itu Aset Digital dan Mengapa Ini Penting?
Aset digital adalah representasi nilai yang disimpan dan diperdagangkan secara elektronik. Ini termasuk cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum, NFT (Non-Fungible Tokens), dan aset digital lainnya.
Pentingnya aset digital semakin meningkat karena potensinya sebagai investasi dan alat transaksi. Dengan pertumbuhan pasar aset digital yang pesat, pertanyaan tentang kewajiban zakatnya menjadi sangat relevan bagi umat Muslim.
Hukum Zakat Aset Digital Menurut Ulama
Para ulama kontemporer memiliki pandangan yang beragam mengenai kewajiban zakat atas aset digital, seperti cryptocurrency. Sebagian ulama berpendapat bahwa aset digital wajib dizakati apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti mencapai nishab (batas minimum) dan telah dimiliki selama satu tahun hijriyah (haul). Berikut beberapa sumber dan pendapat ulama terkait:
Majma' al-Fiqh al-Islami
Lembaga ini menganggap cryptocurrency sebagai mal (harta) yang memiliki nilai tukar, sehingga memenuhi syarat untuk zakat perdagangan seperti emas atau perak.
Prof. Dr. Yusuf al-Qaradawi
Beliau berpendapat harta yang bernilai ekonomi dan dapat diperdagangkan dapat dikenakan zakat jika memenuhi kriteria zakat mal.
Note: Perlu diingat bahwa perspektif ini dapat berbeda tergantung pada interpretasi masing-masing ulama atau lembaga fatwa dan konteks lokal.
Dalil Al-Qur'an yang sering dijadikan landasan yaitu Surah At-Taubah ayat 103 yang berbunyi:
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةًۭ تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌۭ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Namun, Dalam Fatwa DSN-MUI No. 144 Tahun 2021, MUI menyatakan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai alat transaksi dan investasi adalah haram. Alasannya antara lain karena cryptocurrency mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan maisir (spekulasi), serta volatilitas harga yang tinggi yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi penggunanya. MUI juga menekankan bahwa cryptocurrency tidak memenuhi syarat sebagai alat tukar syariah karena tidak memiliki nilai intrinsik dan tidak diawasi oleh otoritas resmi. Mereka berpendapat bahwa aset digital lebih spekulatif dan fluktuatif, sehingga sulit untuk menentukan nilai yang pasti untuk zakat.
Bagaimana Cara Menghitung Zakat Aset Digital?
Jika kamu mengikuti pendapat yang mewajibkan zakat aset digital, maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
Hitung Nilai Aset
Tentukan nilai total aset digital saat jatuh tempo zakat (haul).
Pastikan Mencapai Nishab
Bandingkan nilai aset dengan nishab emas (85 gram emas murni). Jika nilai aset setara atau lebih tinggi dari nishab emas, maka kamu wajib membayar zakat.
Hitung Zakat
Zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5% dari nilai aset digital yang kamu miliki.
Contoh Perhitungan:
Jika kamu memiliki Bitcoin senilai Rp. 100.000.000 dan sudah dimiliki selama setahun, maka zakat yang harus kamu bayar sebesar Rp. 2.500.000.
BACA JUGA: Hukum Crypto dalam Islam: Halal atau Haram?
Zakat aset digital masih diperdebatkan para ulama. Meski begitu, memahami berbagai pandangan membantu kita mengambil keputusan bijak sesuai keyakinan. Jika kamu termasuk orang yang wajib zakat yuk salurkan zakat mal mu melalui lembaga terpercaya seperti Rumah Yatim dan Donasionline.id untuk menebar manfaat dan kepedulian sosial.
Wallahu A’lam. Semoga artikel ini bermanfaat.